"ai Ben! Kamu ngomong jangan nyaring-nyaring."
Yang barusan berbicara adalah Benny, teman laki-lakiku. "chia Sasa! Kamu mau melakukan kebiasaan buruk mu sama Top juga kah?"
Aku mengenal Benny ketika masuk kuliah, sama seperti aku mengenal Sasa. Tapi Benny dan Sasa sudah saling kenal sejak SMP. Bisa dibilang mereka lumayan akrab. Tapi akhir-akhir ini hubungan mereka renggang.
" bukan kebiasaan buruk, Ben. Kebetulan saja orang yang dia suka dan aku suka adalah orang yang sama"
"chia Top! Dia sudah sering merebut pasangan orang lain sejak aku kenal dia di SMP na wey." kebiasaan buruk yang dimaksud Benny adalah Sasa sering menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain. Kebiasaan buruk inilah yang membuat Benny dan Sasa bermusuhan. Saat semester satu, Benny menyukai kakak tingkat dan memberitahukan hal ini kepada Sasa. Beberapa minggu kemudian Sasa ketahuan sudah berpacaran dengan orang yang Benny suka. Sebab inilah Benny dan Sasa saling bermusuhan. Tapi beberapa bulan kemudian Sasa putus dengan kakak tingkat itu agar bisa berteman dengan Benny lagi. Tapi Benny terlanjur marah.
"Top!" suara perempuan memanggil namaku. Itu adalah Sasa. Dari kejauhan wajahnya yang cantik tersenyum kearah ku. Aku membalas dengan melambaikan tangan. "aku pergi duluan" ucap Benny yang kemudian beranjak pergi. Padahal makanan dia masih belum habis.
"Top. Kenapa nggak nunggu aku dulu. Jadi kita bisa ke kantin sama-sama"
"ooh. Benny mengajakku duluan. Jadi aku ikut dia saja" wajah Sasa berubah murung. Aku memang harus bersikap seperti ini, tidak membela Benny dan tidak membela Sasa. Harus berteman dengan keduanya.
"apa dia masih marah karena masalah itu" gumam Sasa.
"ya iyalah!" kataku menyahut "sudah tahu Benny suka kak Jo, tapi masih aja kamu terima pernyataan cinta kak jo."
"aku bisa apa? Kak jo ganteng. Lagi pula bukan salah ku kalau kak jo suka aku. Kak jo nggak suka cowok, apa boleh buat kan?" Aku menggelengkan kepalaku dan melanjutkan makanku.
"ini juga salah Benny. Kenapa dia selalu suka dengan cowok normal. Kenapa gak cari yang suka cowok juga. Kayak kamu misalnya"
"aku gak suka sama yang sebaya"
"oh iya. Aku lupa seleramu"
Benny juga suka dengan cowok sama seperti ku. Bedanya, Benny sepertinya selalu jatuh cinta pada cowok normal. Seperti Kak jo. Sebab itu Benny sadar kalau dia tidak mungkin berhasil mengambil hati orang yang dia suka. Benny pun akhirnya tidak pernah berusaha mendekati crush dia. Hanya melihat dari kejauhan.
Meski Benny juga suka cowok, tapi jangan salah, Benny termasuk anak yang terlihat Manly. Tidak akan ada yang menyangka kalau dia juga suka cowok. Berbeda dengan ku yang terlihat jelas. Benny berasal dari fakultas teknik. Nah, mendengar fakultas nya saja sudah terdengar manly sekali. Sering bermain sepak bola, bola voli, basket. Hampir semua olahraga sering dia lakukan. Tidak heran jika dia memiliki badan yang atletis. Belum lagi wajahnya yang harus ku akui paling ganteng di kampus. Banyak anak perempuan mencoba mendapatkan hatinya, tapi tidak pernah berhasil. Bagaimana mau berhasil kalau si Benny nggak tertarik pada perempuan? Sementara aku sendiri kenapa tidak tertarik? Karena bukan tipeku, itu saja.
"hoey!!" tiba-tiba Sasa tersentak kaget.
"kamu lihat apa ? Hantu?"
"Top! Itu! Itu di sana! Hantu! Hantu ganteng!" apa sih? Anak ini tidak waras ya? Aku membalikkan badan melihat ke arah yang dia maksud.
"hoey!" hantu! Hantu ganteng beneran! Itu dia, crush kami. Laki-laki tinggi, dewasa, berpakaian rapi. Ini adalah kedua kalinya aku melihatnya di sekitar kampus. Apakah dia benar-benar bekerja di sekitar sini?
"kenapa dia di sini? Ini pasti jodoh. Pertanda kalau aku memang harus mendapatkan hati mas itu" perkataan Sasa membuat ku merinding.
"Sasa. Apakah dia bekerja di sini?" aku bertanya pada Sasa tapi tidak ada jawaban. Ternyata Sasa tidak lagi duduk di depanku melainkan sudah berlari mendekati pria itu. Apa dia sudah gila ya?
Aku hanya melihat dari jauh percakapan keduanya. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan tapi entah kenapa aku menjadi sedih dan takut. Takut kalau Sasa benar-benar akan merebut laki-laki itu. Mereka terlihat sangat akrab dan tertawa bersama. Bagaimana bisa? Mereka baru berkenalan kan? Aku hanya bisa mengawasi tanpa tahu apa yang terjadi. Tidak beberapa lama percakapan mereka selesai dan Sasa kembali ke meja duduk bersamaku.
"Top! Kita berkerja di toko kue yuk!" ucapnya.
"hah?"
"Mas tadi itu punya toko roti dan sedang butuh pegawai baru. Dia datang kemari untuk mengantarkan kue. Rupanya pegawai lama sedang libur dan sakit. Sehingga dia terpaksa mengantarkan roti itu sendiri"
Aku diam. Aku bingung harus menjawab apa.
"ayo lah. Temani aku berjualan. Aku ingin kenal sama mas itu." aku masih diam. Aku sedang memikirkan waktu yang aku punya versus keinginan ku untuk melihat wajah laki-laki itu lebih dekat. Kalau dipikir pikir, ini kesempatan baik untukku agar bisa melihat wajah laki-laki itu lebih sering. Tapi waktu yang aku punya tidak mungkin cukup untuk bekerja part time dan belajar.
"ayo lah. Aku sudah tanya sama mas itu apa dia mau menerima mahasiswa. Mas itu bilang boleh saja."
"kurasa aku tidak ikut. Sebentar lagi ujian. Akan banyak tugas menumpuk."
"ayo nah. Ayolah. Masalah tugas itu mudah. Kita pasti bisa mencari waktu senggang."
"nggak mau ah"
"ih!" Sasa mengambek dan berjalan pergi meninggalkanku. Aku hanya bisa menghela nafas.
Malamnya aku mengirim pesan ke Benny via Line.
Ben 10: hah? Toko roti?
Top high: iya
Ben 10: aku mau juga!
Top high : hah? Kamu mau ikut kerja di toko roti kenapa?
Ben 10: aku lagi butuh uang.
Top high: ooh. Baguslah kamu temani Sasa.
Ben 10: hoey! Aku nggak mau. Aku nggak mau kalau cuma berdua aja sama dia
Top high: katanya butuh uang?
Ben 10: iya. Makanya kamu ikut kerja juga di toko roti itu. Kalau cuma berdua sama Sasa aku nggak mau
Top high: aku nggak mau woy!
Ben 10: ayolah. Kamu temanku kan?
Top high: kenapa bawa-bawa pertemanan?
Ben 10: aku benar-benar butuh uang nih. Masa kamu nggak mau bantu temanmu?
Top high : -_-
Ben 10: Ayolah
Top high: ya sudah.
Pada akhirnya aku setuju dengan rencana bekerja di toko roti orang itu. Sebenarnya ada sisi baiknya, aku bisa melihat orang itu dari dekat. Tapi, apa benar hal ini cukup baik. Orang yang aku suka berusia sekitar 28 tahun. Tidak mungkin belum menikah. Belum tentu juga dia menyukai laki-laki. Terutama anak yang lebih muda seperti ku. Ibaratnya, jika aku berada di posisi dia sekarang artinya aku harus menyukai anak yang 8 tahun lebih muda. Artinya....... Aku harus suka sama anak kelas 5 SD? Memikirkannya saja aku merinding (menyukai orang yang lebih muda). Tapi kenapa Aku suka orang yang lebih tua seperti itu? Seperti anak kelas 5 SD yang suka dengan anak kuliah. Memalukan.
"hiks hiks.. Papa"
Sasa bilang dia ingin mendapatkan hatinya kan? Tapi bagaimana jika ternyata orang itu sudah punya istri? Hoey! Jangan bilang kalau Sasa tetap ingin menjadi orang ketiga! Hoey! Nggak boleh nggak boleh!
"hiks... Hiks.. Papa dimana?"
Hoey! Aku juga tidak boleh berpikiran buruk Kepada temanku. Tidak mungkin Sasa selalu suka dengan pasangan orang lain. Semua yang terjadi pasti hanyalah kebetulan.
"hiks... Hiks" ngomong-ngomong, sepertinya aku mendengar suara tangisan anak kecil dari tadi. Di rumah ku tidak ada anak kecil. Anak siapa yang menangis mencari ayahnya? Aku berjalan menuju jendela untuk melihat. Mengintip keluar dan benar saja ada anak perempuan kecil menangis di depan rumahku. Sepertinya usianya 4 tahunan. Sendirian? Kenapa ada anak kecil sendirian di malam malam seperti ini? Aku melihat jam yang menunjukkan pukul 10. Mama pasti sudah tidur jadi tidak tahu tentang anak ini. Apa yang dilakukan balita di jam segini sendirian di luar rumah? Hantu kah?
Aku keluar mendekati anak perempuan itu. Dia mengenakan piama. Nyeker, tanpa alas kaki. Rambutnya panjang dan lebat.
"adek, adek nangis kenapa ?"
"hiks hiks" anak itu masih menangis, kepalanya tertunduk ke bawah. Aku berjongkok di depannya menyamakan tinggi ku dengan tingginya.
"mama kamu di mana?" kataku dengan lembut.
"mama di rumah" katanya.
"rumah mu di mana?" tangan mungilnya menunjuk ke suatu arah tapi kepalanya masih tertunduk.
"kakak antar pulang, ya"
"nggak mau. Mau ketemu papa"
"papa lagi menunggu adek di rumah. Ayo kakak antar ke rumah supaya bisa ketemu papa"
"kakak bohong" adik kecil itu mengangkat kepalanya. Sekarang aku bisa melihat wajahnya. Imut sekali. Masih kecil tapi wajah cantiknya sudah kelihatan. Sayangnya saat ini dia sedang cemberut. Pipinya basah karena airmata.
"kakak bohong! Papa sudah tidak tinggal sama mama. Papa nggak mungkin ada di rumah" matilah aku. Mana aku tau kalau orangtua adik ini pisah ranjang. Kasihan sekali anak sekecil ini sudah menjadi korban dari runtuhnya rumah tangga kedua orang tuanya.
"adik jangan nangis." ucapku. "kakak antar pulang ya. Kasihan mama menunggu di rumah. Nanti kalau kakak ketemu mama, kakak minta mama untuk bertemu sama papa, ya. Jangan nangis"
"......"
"besok mama pasti antar adik ke papa. Kakak janji" ucapku. Aku membuat janji seperti itu bukan hanya sekedar basa-basi. Aku benar-benar akan membuat ibu anak ini untuk mengantarnya menemui papa nya besok. Aku tumbuh besar tanpa seorang ayah dan aku tidak ingin anak kecil manapun juga merasakannya.
"kakak janji" kataku sambil tersenyum semanis mungkin untuk adik kecil ini.
"mau kakak antar pulang ya? " adik itu menggangguk. Kemudian dengan suara kecil dia berkata "gendong". Imut nya. Dengan wajah semanis ini siapa yang bisa menolak?
Aku tersenyum dan menggendongnya di tanganku. Berat -_- tapi tidak apa-apa.
"rumah mu dimana?" tangannya menunjuk ke suatu arah dan aku mengikuti arah tangan itu. Adik itu tidak
menangis lagi. Dia diam. Tidak terisak sedikit pun. Dia menatap wajahku dengan saksama. Aku jadi canggung tapi berusaha sebisaku untuk tersenyum. Tidak lama anak itu tidak menatap lagi. Dia memelukku. Menyandarkan dagunya di pundakku.
Aku masih berjalan ke arah yang ditunjuk adik ini. Lama aku berjalan terus dan tidak tahu arah mana yang harus kutuju.
"rumahmu ke arah mana?" Tidak ada jawaban. Aku mencoba melihat wajahnya, barulah kusadari anak itu tertidur.
Loh? Aku masih belum tahu rumahnya dimana? Aku harus ke arah mana? Apa yang harus kulakukan dengan adik ini? Aku juga tidak berani membangunkan dia. Waduh ! Aku harus bagaimana? Apa aku harus membangunkan adik ini?
"dek. Adek" ucapku pelan. Tidak ada balasan. Dia tidur nyenyak sekali. "adek" masih belum ada jawaban.
"kiki!" seseorang berteriak. Aku menoleh ke belakang, sosoknya berlari ke arahku dengan cepat. Belum sempat aku sadar, adik kecil itu telah direbut paksa oleh orang itu. "mau kamu bawa kemana anak ku!" suaranya terdengar marah. Eh? Kamu marah kenapa? Seharusnya kamu berterima kasih karena aku duluan yang menemukan anakmu.
"eh? Top?" orang itu kaget saat melihat wajahku. Aku lebih kaget karena dia tahu namaku. "eh ternyata kamu Top" ucapnya.
Dia adalah Ibu Januari. Dosen ku sendiri. Ternyata adik kecil itu adalah anaknya.
"secret crush chapter 2. Finish."
Author’s Comment: saya Yipet. Akhirnya chapter 2 selesai juga. Terima kasih sudah membaca cerita saya. Selalu ikuti kelanjutan ceritanya ya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar