Rabu, 09 Agustus 2017

Secret crush. Chapter 2


"chia, top! Sasa juga suka orang itu kah?"

"ai Ben! Kamu ngomong jangan nyaring-nyaring."
Yang barusan berbicara adalah Benny, teman laki-lakiku. "chia Sasa! Kamu mau melakukan kebiasaan buruk mu sama Top juga kah?"

Aku mengenal Benny ketika masuk kuliah, sama seperti aku mengenal Sasa. Tapi Benny dan Sasa sudah saling kenal sejak SMP. Bisa dibilang mereka lumayan akrab. Tapi akhir-akhir ini hubungan mereka renggang.

" bukan kebiasaan buruk, Ben. Kebetulan saja orang yang dia suka dan aku suka adalah orang yang sama"

"chia Top! Dia sudah sering merebut pasangan orang lain sejak aku kenal dia di SMP na wey." kebiasaan buruk yang dimaksud Benny adalah Sasa sering menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain. Kebiasaan buruk inilah yang membuat Benny dan Sasa bermusuhan. Saat semester satu, Benny menyukai kakak tingkat dan memberitahukan hal ini kepada Sasa. Beberapa minggu kemudian Sasa ketahuan sudah berpacaran dengan orang yang Benny suka. Sebab inilah Benny dan Sasa saling bermusuhan. Tapi beberapa bulan kemudian Sasa putus dengan kakak tingkat itu  agar bisa berteman dengan Benny lagi. Tapi Benny terlanjur marah.

"Top!" suara perempuan memanggil namaku. Itu adalah Sasa. Dari kejauhan wajahnya yang cantik tersenyum kearah ku. Aku membalas dengan melambaikan tangan. "aku pergi duluan" ucap Benny yang kemudian beranjak pergi. Padahal makanan dia masih belum habis.

"Top. Kenapa nggak nunggu aku dulu. Jadi kita bisa ke kantin sama-sama"

"ooh. Benny mengajakku duluan. Jadi aku ikut dia saja" wajah Sasa berubah murung. Aku memang harus bersikap seperti ini, tidak membela Benny dan tidak membela Sasa. Harus berteman dengan keduanya.

"apa dia masih marah karena masalah itu" gumam Sasa.

"ya iyalah!" kataku menyahut "sudah tahu Benny suka kak Jo, tapi masih aja kamu terima pernyataan cinta kak jo."

"aku bisa apa? Kak jo ganteng. Lagi pula bukan salah ku kalau kak jo suka aku. Kak jo nggak suka cowok, apa boleh buat kan?" Aku menggelengkan kepalaku dan melanjutkan makanku.

"ini juga salah Benny. Kenapa dia selalu suka dengan cowok normal. Kenapa gak cari yang suka cowok juga. Kayak kamu misalnya"

"aku gak suka sama yang sebaya"

"oh iya. Aku lupa seleramu"


Benny juga suka dengan cowok sama seperti ku. Bedanya, Benny sepertinya selalu jatuh cinta pada cowok normal. Seperti Kak jo. Sebab itu Benny sadar kalau dia tidak mungkin berhasil mengambil hati orang yang dia suka. Benny pun akhirnya tidak pernah berusaha mendekati crush dia. Hanya melihat dari kejauhan.
Meski Benny juga suka cowok, tapi jangan salah, Benny termasuk anak yang terlihat Manly. Tidak akan ada yang menyangka kalau dia juga suka cowok. Berbeda dengan ku yang terlihat jelas. Benny berasal dari fakultas teknik. Nah, mendengar fakultas nya saja sudah terdengar manly sekali. Sering bermain sepak bola, bola voli, basket. Hampir semua olahraga sering dia lakukan. Tidak heran jika dia memiliki badan yang atletis. Belum lagi wajahnya yang harus ku akui paling ganteng di kampus. Banyak anak perempuan mencoba mendapatkan hatinya, tapi tidak pernah berhasil. Bagaimana mau berhasil kalau si Benny nggak tertarik pada perempuan? Sementara aku sendiri kenapa tidak tertarik? Karena bukan tipeku, itu saja.

"hoey!!" tiba-tiba Sasa tersentak kaget.

"kamu lihat apa ? Hantu?"

"Top! Itu! Itu di sana! Hantu! Hantu ganteng!" apa sih? Anak ini tidak waras ya? Aku membalikkan badan melihat ke arah yang dia maksud.

"hoey!" hantu! Hantu ganteng beneran! Itu dia, crush kami. Laki-laki tinggi, dewasa, berpakaian rapi. Ini adalah kedua kalinya aku melihatnya di sekitar kampus. Apakah dia benar-benar bekerja di sekitar sini?

"kenapa dia di sini? Ini pasti jodoh. Pertanda kalau aku memang harus mendapatkan hati mas itu" perkataan Sasa membuat ku merinding.

"Sasa. Apakah dia bekerja di sini?" aku bertanya pada Sasa tapi tidak ada jawaban. Ternyata Sasa tidak lagi duduk di depanku melainkan sudah berlari mendekati pria itu. Apa dia sudah gila ya?
Aku hanya melihat dari jauh percakapan keduanya. Aku tidak tahu apa yang mereka katakan tapi entah kenapa aku menjadi sedih dan takut. Takut kalau Sasa benar-benar akan merebut laki-laki itu. Mereka terlihat sangat akrab dan tertawa bersama. Bagaimana bisa? Mereka baru berkenalan kan? Aku hanya bisa mengawasi tanpa tahu apa yang terjadi. Tidak beberapa lama percakapan mereka selesai dan Sasa kembali ke meja duduk bersamaku.

"Top! Kita berkerja di toko kue yuk!" ucapnya.

"hah?"

"Mas tadi itu punya toko roti dan sedang butuh pegawai baru. Dia datang kemari untuk mengantarkan kue. Rupanya pegawai lama sedang libur dan sakit. Sehingga dia terpaksa mengantarkan roti itu sendiri"
Aku diam. Aku bingung harus menjawab apa.

"ayo lah. Temani aku berjualan. Aku ingin kenal sama mas itu." aku masih diam. Aku sedang memikirkan waktu yang aku punya versus keinginan ku untuk melihat wajah laki-laki itu lebih dekat. Kalau dipikir pikir, ini kesempatan baik untukku agar bisa melihat wajah laki-laki itu lebih sering. Tapi waktu yang aku punya tidak mungkin cukup untuk bekerja part time dan belajar.

"ayo lah. Aku sudah tanya sama mas itu apa dia mau menerima mahasiswa. Mas itu bilang boleh saja."

"kurasa aku tidak ikut. Sebentar lagi ujian. Akan banyak tugas menumpuk."

"ayo nah. Ayolah. Masalah tugas itu mudah. Kita pasti bisa mencari waktu senggang."

"nggak mau ah"

"ih!" Sasa mengambek dan berjalan pergi meninggalkanku. Aku hanya bisa menghela nafas.
Malamnya aku mengirim pesan ke Benny via Line.

Ben 10: hah? Toko roti?
Top high: iya
Ben 10: aku  mau juga!
Top high : hah? Kamu mau ikut kerja di toko roti kenapa?
Ben 10: aku lagi butuh uang.
Top high: ooh. Baguslah kamu temani Sasa.
Ben 10: hoey! Aku nggak mau. Aku nggak mau kalau cuma berdua aja sama dia
Top high: katanya butuh uang?
Ben 10: iya. Makanya kamu ikut kerja juga di toko roti itu. Kalau cuma berdua sama Sasa aku nggak mau
Top high: aku nggak mau woy!
Ben 10: ayolah. Kamu temanku kan?
Top high: kenapa bawa-bawa pertemanan?
Ben 10: aku benar-benar butuh uang nih. Masa kamu nggak mau bantu temanmu?
Top high : -_-
Ben 10: Ayolah
Top high: ya sudah.


Pada akhirnya aku setuju dengan rencana bekerja di toko roti orang itu. Sebenarnya ada sisi baiknya, aku bisa melihat orang itu dari dekat. Tapi, apa benar hal ini cukup baik. Orang yang aku suka berusia sekitar 28 tahun. Tidak mungkin belum menikah. Belum tentu juga dia menyukai laki-laki. Terutama anak yang lebih muda seperti ku. Ibaratnya, jika aku berada di posisi dia sekarang artinya aku harus menyukai anak yang 8 tahun lebih muda. Artinya....... Aku harus suka sama anak kelas 5 SD? Memikirkannya saja aku merinding (menyukai orang yang lebih muda). Tapi kenapa Aku suka orang yang lebih tua seperti itu? Seperti anak kelas 5 SD yang suka dengan anak kuliah. Memalukan.

"hiks hiks.. Papa"

Sasa bilang dia ingin mendapatkan hatinya kan? Tapi bagaimana jika ternyata orang itu sudah punya istri? Hoey! Jangan bilang kalau Sasa tetap ingin menjadi orang ketiga! Hoey! Nggak boleh nggak boleh!

"hiks... Hiks.. Papa dimana?"

Hoey! Aku juga tidak boleh berpikiran buruk Kepada temanku. Tidak mungkin Sasa selalu suka dengan pasangan orang lain. Semua yang terjadi pasti hanyalah kebetulan.

"hiks... Hiks" ngomong-ngomong, sepertinya aku mendengar suara tangisan anak kecil dari tadi. Di rumah ku tidak ada anak kecil. Anak siapa yang menangis mencari ayahnya? Aku berjalan menuju jendela untuk melihat. Mengintip keluar dan benar saja ada anak perempuan kecil menangis di depan rumahku. Sepertinya usianya 4 tahunan. Sendirian? Kenapa ada anak kecil sendirian di malam malam seperti ini? Aku melihat jam yang menunjukkan pukul 10. Mama pasti sudah tidur jadi tidak tahu tentang anak ini. Apa yang dilakukan balita di jam segini sendirian di luar rumah? Hantu kah?


Aku keluar mendekati anak perempuan itu. Dia mengenakan piama. Nyeker, tanpa alas kaki. Rambutnya panjang dan lebat.

"adek, adek nangis kenapa ?"

"hiks hiks" anak itu masih menangis, kepalanya tertunduk ke bawah. Aku berjongkok di depannya menyamakan tinggi ku dengan tingginya.

"mama kamu di mana?" kataku dengan lembut.

"mama di rumah" katanya.

"rumah mu di mana?" tangan mungilnya menunjuk ke suatu arah tapi kepalanya masih tertunduk.

"kakak antar pulang, ya"

"nggak mau. Mau ketemu papa"

"papa lagi menunggu adek di rumah. Ayo kakak antar ke rumah supaya bisa ketemu papa"

"kakak bohong" adik kecil itu mengangkat kepalanya. Sekarang aku bisa melihat wajahnya. Imut sekali. Masih kecil tapi wajah cantiknya sudah kelihatan. Sayangnya saat ini dia sedang cemberut. Pipinya basah karena airmata.

"kakak bohong! Papa sudah tidak tinggal sama mama. Papa nggak mungkin ada di rumah" matilah aku. Mana aku tau kalau orangtua adik ini pisah ranjang. Kasihan sekali anak sekecil ini sudah menjadi korban dari runtuhnya rumah tangga kedua orang tuanya.

"adik jangan nangis." ucapku. "kakak antar pulang ya. Kasihan mama menunggu di rumah. Nanti kalau kakak ketemu mama, kakak minta mama untuk bertemu sama papa, ya. Jangan nangis"

"......"

"besok mama pasti antar adik ke papa. Kakak janji" ucapku. Aku membuat janji seperti itu bukan hanya sekedar basa-basi. Aku benar-benar akan membuat ibu anak ini untuk mengantarnya menemui papa nya besok. Aku tumbuh besar tanpa seorang ayah dan aku tidak ingin anak kecil manapun juga merasakannya.

"kakak janji" kataku sambil tersenyum semanis mungkin untuk adik kecil ini.

"mau kakak antar pulang ya? " adik itu menggangguk. Kemudian dengan suara kecil dia berkata "gendong". Imut nya. Dengan wajah semanis ini siapa yang bisa menolak?

Aku tersenyum dan menggendongnya di tanganku. Berat -_- tapi tidak apa-apa.

"rumah mu dimana?" tangannya menunjuk ke suatu arah dan aku mengikuti arah tangan itu. Adik itu tidak
menangis lagi. Dia diam. Tidak terisak sedikit pun. Dia menatap wajahku dengan saksama. Aku jadi canggung tapi berusaha sebisaku untuk tersenyum. Tidak lama anak itu tidak menatap lagi. Dia memelukku. Menyandarkan dagunya di pundakku.

Aku masih berjalan ke arah yang ditunjuk adik ini. Lama aku berjalan terus dan tidak tahu arah mana yang harus kutuju.

"rumahmu ke arah mana?" Tidak ada jawaban. Aku mencoba melihat wajahnya, barulah kusadari anak itu tertidur.

Loh? Aku masih belum tahu rumahnya dimana? Aku harus ke arah mana? Apa yang harus kulakukan dengan adik ini? Aku juga tidak berani membangunkan dia. Waduh ! Aku harus bagaimana? Apa aku harus membangunkan adik ini?

"dek. Adek" ucapku pelan. Tidak ada balasan. Dia tidur nyenyak sekali. "adek" masih belum ada jawaban.

"kiki!" seseorang berteriak. Aku menoleh ke belakang, sosoknya berlari ke arahku dengan cepat. Belum sempat aku sadar, adik kecil itu telah direbut paksa oleh orang itu. "mau kamu bawa kemana anak ku!" suaranya terdengar marah. Eh? Kamu marah kenapa? Seharusnya kamu berterima kasih karena aku duluan yang menemukan anakmu.

"eh? Top?" orang itu kaget saat melihat wajahku. Aku lebih kaget karena dia tahu namaku. "eh ternyata kamu Top" ucapnya.

Dia adalah Ibu Januari. Dosen ku sendiri. Ternyata adik kecil itu adalah anaknya.

"secret crush chapter 2. Finish." 

Author’s Comment: saya Yipet. Akhirnya chapter 2 selesai juga. Terima kasih sudah membaca cerita saya. Selalu ikuti kelanjutan ceritanya ya.

Selasa, 08 Agustus 2017

Secret Crush. Chapter 3

"maaf, mbak. Kami tidak bisa menerima kalian semua sekaligus" itu adalah suara HRD toko roti yang lumayan besar ini. Saat ini aku, sasa dan juga benny sedang melamar kerja di toko roti. HRD toko ini adalah seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun. Dari wajahnya terlihat  judes sekali.
"kenapa, bu?"
"kalian masih kuliah kan? Artinya kalian harus membagi waktu antara berkerja dan belajar. Sementara kami membutuhkan pegawai yang siap kapan saja." alasan mbak ini benar juga. Kami bertiga memiliki jam kuliah yang sama, dari pagi hari hingga sore. Jika satu mahasiswa saja harus mengalami sedikit kerugian waktu kerja , apa lagi 3?
"kalau begitu terima saya dan top saja mbak." chia sasa! Bisa bisanya kamu berkata seperti itu. Apa kamu tidak kasihan dengan benny? Dia lagi butuh uang woy.
"maaf, mbak. Kalau satu orang saja kami mau menerima. Tapi kalau lebih dari itu tidak bisa"
"kalau begitu saya saja, bu!" chia! Bukannya kamu bilang aku harus menemanimu. Kenapa sekarang kamu mau sendirian saja di sini?
HRD itu terdiam. Dia melihat ke arahku dan benny. Menunggu jawaban dari kami berdua.
"kalau begitu, sasa saja bu. Kami berdua bisa cari di tempat lain" kata benny.
"kalau begitu mbak mulai kerja besok ya mbak. Jam kerja mbak mulai dari jam 3 sore hingga 10 malam......"

Aku dan benny keluar dari ruangan itu sementara sasa masih harus mendengarkan arahan dari ibu HRD itu. Kami berjalan keluar memasuki toko roti. Banyak roti yang terpajang di dalam etalase. Warnanya sangat menggoda membuatku lapar. Benny sepertinya juga ikut lapar. Sayangnya kami tidak membawa uang sedikit pun saat itu.

"chia sasa!" ku dengar benny mengumpat. Aku hanya bisa tersenyum kecut.
"kamu benar-benar butuh uang ya?"
"hah? Ooh... Itu...." benny berhenti untuk berpikir. Sepertinya dia ragu untuk memberitahu sesuatu kepada ku. "rotinya menggoda ya" ucap nya mengalihkan pembicaraan.

"top! Mau beli kue?" Itu adalah Ibu januari. Dia baru saja keluar dari pintu yang bertuliskan "pintu karyawan". Ibu January berusia sekitar 40 tahun. Postur tubuhnya tinggi dan kurus. Badannya cukup fit. Wajahnya cantik berkulit putih. Tidak heran jika anaknya juga cantik dan imut. Tapi jika dilihat, anak perempuannya yang semalam itu tidak begitu mirip dengan Bu januari. Mungkin anaknya itu mirip ayahnya. Aku jadi penasaran siapa ayahnya.

"ibu januari kerja di sini?" pertanyaan bodoh apa yang ku ajukan? Dia itu dosen, sudah pasti dia kerja di kampus bukan toko roti. Eh? Tapi kenapa dia keluar dari pintu karyawan? Ataukah toko ini miliknya?
"hehe. Bukan. Saya kan dosen. Sudah pasti kerja di kampus" ucap nya dengan senyuman. Aku jadi merinding. Pasalnya ibu Januari ini adalah salah satu dosen killer. Jarang sekali dia bersikap ramah di depan murid muridnya. Apa lagi kepadaku. Benny juga tidak kalah merinding. Dia heran sekali melihat sikap ibu januari yang tiba-tiba ramah itu.
"hehe. Iya juga ya bu"
"kamu mau beli roti apa? Ambil saja. Saya yang belikan" dibelikan juga? Aduh bu. Kembali ke sikap ibu yang biasanya saja. Kami jadi lebih takut melihat ibu seramah ini. Aku dan benny saling melihat satu sama lain. Kami berdua pasti memikirkan hal yang sama.

"sudah tidak usah sungkan. Ambil saja sebanyak yang kalian mau. sebelum saya berubah pikiran" ucapan beliau membuat kami cepat cepat bergerak mengambil keranjang belanja dan segera memilih-milih kue di toko itu.

"matilah kita" bisik benny. "kita pasti melakukan suatu kesalahan sampai sampai bu januari bersikap seperti itu."

"bukan." jawabku "semalam aku menemukan anaknya di jalan."

"hah? Bu januari sudah menikah? Aku pikir dia belum."

"oho! Usianya sudah cukup matang kenapa belum menikah, kamu bodoh ya?"

"itu... Tubuhnya terlalu fit untuk orang yang sudah menikah dan satu lagi dia terlalu galak. Kamu pikir ada yang mau dengannya? "

Hmmm benar juga kata benny. Apakah perceraiannya juga karena sikapnya yang seperti itu? Eh? Kenapa aku harus memikirkan hal yang aneh kepada orang yang dengan baik hati memberikan makanan gratis?

" kalian sedang apa?"sasa tiba-tiba muncul di belakang kami. Dia heran karena kami sedang memilih milih kue. Mungkin dia tidak akan heran jika kami hanya memilih sedikit saja, tapi kami memilih cukup banyak kue." uang kalian cukup kah? " Sasa tau kami tidak punya uang sebanyak itu.

"kamu yang bayar" celetuk benny "kamu harus traktir kami karena mau mengalah"

"chia i ben! Uangku gak cukup!" kami berdua meringis tertawa.

"oh Sasa juga di sini?" itu bu januari "ambil  keranjang yang disana terus pilih kue yang kamu mau ya."

Sasa melongo. Dia bingung dan bertanya dengan berbisik "apa kalian memukul kepalanya tadi?"
Hahaha.. Kami berdua tertawa.

~secret crush~

Aku dan benny hanya membeli 4-6 jenis kue yang harganya dibawah sepuluh ribu. Tapi chia sasa! Dia benar-benar tidak tahu malu membeli banyak kue dengan harga yang lumayan mahal.
"kesempatan tidak datang dua kali woy!" itulah yang dia katakan saat kami menggerutu. Masalahnya kami takut di kelas nanti bu januari bakal membunuh kita karena hal ini. Dasar muka tembok.

"eh iya... Tadi kenapa orang itu tidak ada ya?" tanya sasa
"orang siapa?"
"mas hantu itu"
"haha... Mas hantu. Apa tidak ada julukan lain? Norak banget" ucap benny.
"habisnya dia sering muncul secara tiba-tiba. Tidak tahu kapan datangnya. Di toko roti juga tidak ada dia."
"aku jadi penasaran dengan orang yang kalian bicarakan. Seperti apa wajahnya"
"tidak perlu dilihat. Bukan tipemu kok" ucap sasa. "gue tahu tipemu itu seperti apa. Dan mas hantu itu pasti bukan salah satunya."
"sok tahu"
"beneran! Tipe mu itu yang jelek, blo'on, babon seperti kak jo itu"
"oho? Coba siapa yang ngomong? Jelek jelek seperti itu pernah jadi pacarmu juga kan."
Sasa terdiam untuk berpikir. Tapi belum sempat menjawab benny sudah mulai berbicara duluan "tipemu juga aku sudah tau"
"hah?"
"tipe mu itu orang yang sudah menjadi pasangan orang lain." chia benny! Kenapa kamu berbicara begitu!
Sasa terdiam. Dia menundukkan kepalanya. Tidak lama dia berbalik arah dan pergi tanpa sepatah kata pun. Meninggalkan kami berdua.
"chia ben! Kamu sudah kelewatan!"
"biarin"
"oooii! Mana ada orang yang suka dengan pasangan orang lain! Jika pun ada itu pasti kebetulan hati mereka yang memilih! Bukan memilih secara sengaja! Crush sejenis itu tidak ada woy!" aku memarahi benny. "kamu nggak bisa melupakan itu kah? Itu sudah setahun yang lalu wey! Sasa juga sudah putus dari kak jo demi kamu. Demi pertemanan kalian. Kamu nggak bisa lihat apa?" aku memarahi temanku ini tanpa henti. Sebenarnya aku sudah lelah dengan mereka berdua yang selalu seperti ini. Sudah setahun berlalu dan mereka masih saja seperti itu. Kasihan sasa yang selalu disebut sebagai pengganggu hubungan orang. Selain kita berdua sasa tidak punya teman lain. Semua teman perempuannya menjauhi dia karena julukan ini. Jika bukan kita temannya siapa lagi? Saat ini pasti sasa sangat sedih karena perkataan benny.

"hei kalian!" sasa berlari mendekati kami. Wajahnya seperti ketakutan. Eh? Bukannya dia tadi ngambek ya? lari dari hantu kah? tapi seperti lari dari tagihan hutang lebih tepat. "kalian.. H... H.. H kalian jangan bergerak!" ucapnya sambil tersengal sengal.
"apa apaan sih, kamu!" benny menggerutu karena sasa bersembunyi di belakangnya. Aku juga di tarik paksa mendekati benny olehnya.
"lu diam aja, chia ben! Gue masih marah sama lu.. Jadi sebaiknya lu diam aja. Biarkan aku sembunyi!"
"sasa!" itu adalah suara kak jo. Chia! Kak jo masih mengejar-ngejar sasa seperti ini kah? Tidak heran jika hubungan kedua sahabatku ini masih renggang.
Aku menghadang kak jo. Melarangnya mendekat. Lebih baik kak jo pergi jauh jauh dari sasa agar kedua sahabatku ini bisa baikan seperti dulu.
"chia top! Kamu jangan halangi aku!" aku di dorong jatuh oleh kak jo. Aku rubuh ketanah, baju jadi kotor karena debu. T.T badannya babon seperti itu mau kuhalangi dengan badanku yang kerempeng ini? Aku tadi mikir apa sih?
"chia Ben! Kamu lagi kamu lagi!" kak jo menggerutu. Kali ini ben yang berdiri menghalangi kak jo (lebih tepatnya terpaksa menghadang karena sasa bersembunyi di belakangnya). Kalau benny yang menghalangi sejak awal mungkin aku tidak akan jatuh ke tanah seperti ini. Badan benny cukup besar dan cukup tinggi untuk menyaingi badan kak jo, meskipun kak jo lebih besar lagi.
"pergi atau aku tonjok" suara kak jo terdengar menakutkan. Wajahnya terlihat benar-benar mengintimidasi. Menatap tajam ke arah benny dengan jarak hanya beberapa senti dari wajah benny. Sementara benny hanya menatap wajah kak jo tanpa takut . Eh? Jangan bilang kamu kagum dengan wajah kak jo, ben! Mentang mentang wajahnya sedekat itu dengan wajahmu tapi ini bukan waktunya untuk melongo diam seperti itu, ai baa!
.
"kak jo jangan ganggu aku lagi" itu adalah sasa "aku sudah punya pacar." eh? Sejak kapan kamu punya pacar? "ini pacarku" Chia! Sejak kapan kamu pacaran sama benny?!!! 
Aw hoey?! Tinju kak jo mendarat di pipi benny. Chia sasa!

"Secret Crush. Chapter 3. Finish"

Author’s Comment : Ah iya, "chia" adalah umpatan di Thailand. Asal katanya adalah "hia" yang berarti "kadal". Agar terdengar tidak terlalu kasar sehingga Diplesetkan menjadi "chia". Teman saya bilang saya terlalu sering menggunakan umpatan "chia". Menurut kalian? Terima kasih sudah mengikuti sampai Chapter 3. Terus ikuti ya.

Secret Crush


Cerita berikut hanyalah fiksi. Kesamaan nama, waktu, tempat tidak ada hubungannya dengan pihak mana pun.
Ini bukan cerita porno, tapi cerita Boy's love.

“kok dia nggak lewat ya?”  Orang yang barusan berbicara adalah teman perempuan ku Sasa.

“yakin dia selalu lewat depan rumah ku? " saat ini kami berada di rumah ku. Sasa memiliki crushed pada seseorang yang dia temui beberapa hari lalu. Katanya laki-laki yang dia temui berusia sekitar 27 tahun dan memiliki wajah yang sangat tampan.

"aku bertemu dia kemarin di sini"

"kemarin? Tapi kemarin kamu kan ke pantai lamaru dengan keluarga mu kan? "

"ih kamu nih. Maksud ku kemarin itu hari hari kemarin pas aku ketemu dia."

"aw? Kamu baru ketemu dia sekali di depan rumahku bukan berarti dia sering lewat sini"

"aku ketemu dia waktu jam pulang kerja. Jadi aku menebak dia pulang kerja lewat jalan ini. Berarti dia pulang setiap hari lewat sini." Sasa memandang ke luar jendela ku nyaris tidak berkedip. Matanya tertuju pada setiap perjalan kaki yang lewat depan rumahku berharap kalau crushed nya lewat dalam waktu dekat ini.
Sering lewat depan rumah ku ya? Apa aku mengenalnya. Aku Melihat ke arah jam dinding yang ada di Kamar ku. Jam itu menunjukkan pukul 4.30 sore. Masih ada setengah jam lagi sebelum waktu pulang kerja tiba.

"bisa jadi dia  belum pulang. Masih jam setengah lima kok" wajah Sasa terlihat bosan. "tapi, kenapa tiba-tiba kamu tertarik dengan orang kantoran?" kataku. Aku melepas kacamata ku dan meletakkannya di atas meja.

"Kalau kamu lihat wajahnya  kamu juga pasti suka! Orang apa hantu sih punya wajah ganteng seperti itu?" hantu mana ada yang ganteng -_-

" tapi kukira kamu g suka orang yang lebih tua."

"nggak tau juga" dia meringis seperti kuda "mungkin aku ketularan kamu"

"hoey! Kenapa Bawa-bawa aku?"

"kamu sendiri kan yang bilang kalau tipe mu yang usianya lebih tua dari kamu? Eh?  Kalau kamu lihat orang itu nanti kamu naksir dia lagi. Gak boleh! Punya ku!"

"ngomong apa sih" ucapku.

Namaku Top. Tapi aku seorang bot. Hmmm... Sebenarnya aku tidak suka perlabelan seperti itu. Tapi Sasa tetap kekeh berkata kalau aku ini Bot. Alasannya karena aku  suka dengan orang yang lebih tua. Alasan konyol.

Iya dugaan anda benar. Aku seorang  gay tulen. Aku mahasiswa berusia 20 tahun yang menyukai laki-laki yang usianya lebih tua dari ku. Sebenarnya itu tidak benar. Aku tidak memilih orang yang aku suka dari umur. Tapi kebetulan saja daftar nama orang yang pernah aku sukai usianya memang lebih tua dariku.

Daftar nama? Iya benar. Aku memang sudah menyukai beberapa orang dalam hidupku. Tapi belum pernah satu pun yang pernah menjadi milikku. Alasannya, apa lagi selain umur dan jenis kelamin?

Saat aku kelas 8 SMP aku mempunyai tetangga baru. Dia sering mengajariku matematika atau mengajariku beberapa hal seperti kakak ku sendiri. Roni namanya, dia adalah cinta pertama ku. Kakak itu usianya aku tidak tahu tapi dia lebih tua beberapa tahun, mungkin dia kelas 11 SMA . Wajahnya lumayan dan orang yang sangat baik. Saat belajar aku sering melihat dia secara diam-diam. Tapi tidak butuh waktu lama aku pun patah hati untuk pertama kalinya. Setahun setelah aku mengenalnya, Kak Roni pun menikah. Yang ku pikir kelas 11 SMA, ternyata dia justru sudah lulus kuliah. Wajahnya awet muda sekali.

Cinta kedua ku adalah saat aku masuk SMA. Saat itu ada kakak alumni yang datang pada acara penerimaan siswa baru. Sudah menjadi tradisi di Indonesia kalau siswa baru harus mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa aka MOS. Di sekolah ku yang baru kami harus mengikuti serangkaian agenda, salah satunya adalah jirit malam. Yaitu menjelajahi area sekolah pada saat malam. Biasanya saat seperti ini kakak kelas atau alumni akan mencoba menakut-nakuti siswa baru. Jujur saja aku tidak takut hantu. Aku justru bosan dengan cara kakak kelas yang norak dalam menakut-nakuti. Jika bukan muncul tiba-tiba, maka memakai baju putih berdiri di bawah pohon rindang. Tapi saat itu ada satu alumni laki-laki bertubuh besar dan tinggi yang memerankan perannya sebagai hantu dengan baik. Tidak hanya muncul tiba-tiba, dia juga menggunakan kostum dan rias wajah seperti darah dan belatung. Benar-benar sangat meyakinkan. Siswi perempuan baik siswi baru maupun lama sempat dibuat pingsan karena kejahilan kakak ini. Mungkin karena kejahilannya itulah yang membuat mataku tidak lepas dari dia.

Namanya kak Gilang. Dan dia adalah ciuman pertama ku. Hah? Ciuman? Iya benar. Sebenarnya aku mencium dia secara tidak sengaja. Masih di malam yang sama ketika jirit malam, aku tidak tahu bagaimana bisa kaki ku tersandung ketika menuruni tangga. Aku terjatuh ke depan dan pada saat itu kak gilang keluar dari persembunyiannya untuk menakutiku. Aku jatuh ke atas tubuhnya yang besar, kita berdua jatuh dan mulut ku telah menempel di mulutnya. Begitulah aku mendapatkan ciuman pertamaku.
Sejak hari itu kak gilang selalu menghindari bertatapan muka denganku. Aku sering melihatnya mampir di sekolah untuk urusan pengambilan ijazah atau acara sekolah. Sering melihatnya menjahili adik kelasnya yang dia kenal. Tapi tidak pernah menjahili ku sama sekali. Setiap kami bertemu, dia langsung balik arah.
Saat awal tahun aku bersekolah aku masih sering melihatnya di sekolah. Tapi pada tahun kedua aku tidak melihatnya lagi. Terakhir kali aku bertemu dia adalah saat acara penerimaan siswa baru. Aku menjadi salah satu panitia MOS. Saat itu dia melihatku, mungkin ingatan setahun lalu muncul di pikirannya yang membuatnya bergidik seakan jijik. Saat aku melihatnya bergidik, rasanya seperti ada pisau mangiris halus di hati. Aku pun berhenti memikirkan kak gilang dan dia pun tak pernah muncul lagi di sekolah.
Setelah itu aku menyukai beberapa orang, kakak ini atau kakak itu. Guru. Atau orang asing yang lebih tua yang tidak ku kenal. Tapi itu hanya suka. Bukan cinta. Bisa dibilang hanya cuci mata.
Cintaku yang ketiga muncul beberapa bulan lalu. Tapi saat itu aku tidak tahu kalau itu cinta. Saat itu aku sedang berjalan kaki menuju laboratorium komputer di fakultasku. Tiba-tiba mataku tertuju pada sosok seseorang yang tinggi berpostur kurus tegap. Pakaiannya sangat rapi dan kulitnya sangat putih. Wajahnya  tirus tapi tidak terlalu kurus. Alisnya tebal. Hidungnya mancung dengan kacamata bersender di atasnya. Wajahnya sangat tampan tidak seperti orang-orang yang pernah kutemui sebelumnya. Selama 2 tahun aku belajar di kampus ini, aku belum pernah bertemu dia sebelumnya di kampus. Dosen baru kah? Atau PPL baru? Hantu kah?

"ITU DIA!" Sasa berteriak girang sambil menunjuk ke arah jalan. Suaranya sangat keras hingga membuat ku tersadar dari lamunanku. Aku melihat ke arah dia menunjuk.
Laki-laki yang ditunjuk Sasa berpostur kurus dan tinggi. Kulitnya putih dan pakaiannya rapi. Sama persis seperti orang yang baru saja aku bicarakan. Orang yang sama kah? Tapi sepertinya bukan. Karena yang satu ini tidak menggunakan kacamata. Aku tidak bisa melihat dengan jelas karena aku rabun jauh.
"gantengnya" Sasa memuji. Tapi aku tidak tahu rupa pria itu. "Menurut mu aku harus mendapatkan hatinya?"

"gila! Kita mahasiswa. Orang ini mungkin berusia 8 tahun lebih tua dari kita."

"Top! Saat kamu bilang suka dengan seseorang yang lebih tua apakah aku pernah berkata gila?" aku terdiam.

"sudah ku bilang kan dia akan lewat depan rumahmu lagi" eh? Tapi aku belum pernah bertemu orang ini sebelumnya. Tidak mungkin dia sering lewat depan rumahku sesering yang dikatakan Sasa. Apakah dia orang baru atau orang yang ku kenal? Aku meraih kacamata ku yang tergeletak di meja. "hia!" ucapku lantang ketika dapat melihat wajah laki-laki itu.

"kenapa ? Kamu kenal?"

"hah? Ooh.... Aku nggak kenal. Kacamata ku berdebu jadi aku mengumpat" aku berbohong. Aku kenal siapa laki-laki itu. Laki-laki tinggi. Putih. Berpakaian rapi berhidung mancung. Beralis tebal. Tapi kali ini tidak memakai kacamata.

Dia my secret crush.

"Secret Crush Chapter 1. Finish.”



author's comment: nama saya Yipet. Belajar bahasa thai membuat cara bicara saya jadi berbeda. Semoga kalian masih bisa menikmati cerita dengan gaya thai ini. tunggu chapter berikutnya ya.